Pre Menstruasi Sindrome (PMS) sumber : Wikipedia.... FENTING...
Sindrom prahaid (Bahasa Inggris: premenstrual syndrome, PMS) adalah
kumpulan gejala fisik, psikologis, dan emosi yang terkait dengan siklus
menstruasi wanita. Sekitar 80 hingga 95 persen perempuan pada usia
melahirkan [1] mengalami gejala-gejala pramenstruasi yang dapat
mengganggu beberapa aspek dalam kehidupannya [2]. Gejala tersebut dapat
diperkirakan dan biasanya terjadi secara regular pada dua minggu periode
sebelum menstruasi. Hal ini dapat hilang begitu dimulainya pendarahan,
namun dapat pula berlanjut setelahnya [1]. Pada sekitar 14 persen
perempuan antara usia 20 hingga 35 tahun, sindrom pramenstruasi dapat
sangat hebat pengaruhnya sehingga mengharuskan mereka beristirahat dari
sekolah atau kantornya [3].
Gangguan kesehatan berupa pusing,
depresi, perasaan sensitif berlebihan sekitar dua minggu sebelum haid
biasanya dianggap hal yang lumrah bagi wanita usia produktif. Sekitar
40% wanita berusia 14 - 50 tahun, menurut suatu penelitian, mengalami
sindrom pra-menstruasi atau yang lebih dikenal dengan PMS
(pre-menstruation syndrome). Bahkan survai tahun 1982 di Amerika Serikat
menunjukkan, PMS dialami 50% wanita dengan sosio-ekonomi menengah yang
datang ke klinik ginekologi.
PMS memang kumpulan gejala akibat
perubahan hormonal yang berhubungan dengan siklus saat ovulasi
(pelepasan sel telur dari ovarium) dan haid. Sindrom itu akan menghilang
pada saat menstruasi dimulai sampai beberapa hari setelah selesai haid.
Penyebab munculnya sindrom ini memang belum jelas. Beberapa teori
menyebutkan antara lain karena faktor hormonal yakni ketidakseimbangan
antara hormon estrogen dan progesteron. Teori lain bilang, karena hormon
estrogen yang berlebihan. Para peneliti melaporkan, salah satu
kemungkinan yang kini sedang diselidiki adalah adanya perbedaan genetik
pada sensitivitas reseptor dan sistem pembawa pesan yang menyampaikan
pengeluaran hormon seks dalam sel. Kemungkinan lain, itu berhubungan
dengan gangguan perasaan, faktor kejiwaan, masalah sosial, atau fungsi
serotonin yang dialami penderita.
Sindrom ini biasanya lebih
mudah terjadi pada wanita yang lebih peka terhadap perubahan hormonal
dalam siklus haid. Akan tetapi ada beberapa faktor yang meningkatkan
risiko terjadinya PMS. Pertama, wanita yang pernah melahirkan (PMS
semakin berat setelah melahirkan beberapa anak, terutama bila pernah
mengalami kehamilan dengan komplikasi seperti toksima). Kedua, status
perkawinan (wanita yang sudah menikah lebih banyak mengalami PMS
dibandingkan yang belum). Ketiga, usia (PMS semakin sering dan
mengganggu dengan bertambahnya usia, terutama antara usia 30 - 45
tahun). Keempat, stres (faktor stres memperberat gangguan PMS).
Kelima, diet (faktor kebiasaan makan seperti tinggi gula, garam, kopi,
teh, coklat, minuman bersoda, produk susu, makanan olahan, memperberat
gejala PMS). Keenam, kekurangan zat-zat gizi seperti kurang vitamin B
(terutama B6), vitamin E, vitamin C, magnesium, zat besi, seng, mangan,
asam lemak linoleat. Kebiasaan merokok dan minum alkohol juga dapat
memperberat gejala PMS. Ketujuh, kegiatan fisik (kurang berolahraga dan
aktivitas fisik menyebabkan semakin beratnya PMS).
Tipe dan
gejalanya Tipe PMS bermacam-macam. Dr. Guy E. Abraham, ahli kandungan
dan kebidanan dari Fakultas Kedokteran UCLA, AS, membagi PMS menurut
gejalanya yakni PMS tipe A, H, C, dan D. Delapan puluh persen gangguan
PMS termasuk tipe A. Penderita tipe H sekitar 60%, PMS C 40%, dan PMS D
20%. Kadang-kadang seorang wanita mengalami gejala gabungan, misalnya
tipe A dan D secara bersamaan.
Setiap tipe memiliki gejalanya
sendiri. PMS tipe A (anxiety) ditandai dengan gejala seperti rasa cemas,
sensitif, saraf tegang, perasaan labil. Bahkan beberapa wanita
mengalami depresi ringan sampai sedang saat sebelum mendapat haid.
Gejala ini timbul akibat ketidakseimbangan hormon estrogen dan
progesteron: hormon estrogen terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon
progesteron. Pemberian hormon progesteron kadang dilakukan untuk
mengurangi gejala, tetapi beberapa peneliti mengatakan, pada penderita
PMS bisa jadi kekurangan vitamin B6 dan magnesium. Penderita PMS A
sebaiknya banyak mengonsumsi makanan berserat dan mengurangi atau
membatasi minum kopi.
PMS tipe H (hyperhydration) memiliki
gejala edema(pembengkakan), perut kembung, nyeri pada buah dada,
pembengkakan tangan dan kaki, peningkatan berat badan sebelum haid.
Gejala tipe ini dapat juga dirasakan bersamaan dengan tipe PMS lain.
Pembengkakan itu terjadi akibat berkumpulnya air pada jaringan di luar
sel (ekstrasel) karena tingginya asupan garam atau gula pada diet
penderita. Pemberian obat diuretika untuk mengurangi retensi
(penimbunan) air dan natrium pada tubuh hanya mengurangi gejala yang
ada. Untuk mencegah terjadinya gejala ini penderita dianjurkan
mengurangi asupan garam dan gula pada diet makanan serta membatasi minum
sehari-hari.
PMS tipe C (craving) ditandai dengan rasa lapar
ingin mengonsumsi makanan yang manis-manis (biasanya coklat) dan
karbohidrat sederhana (biasanya gula). Pada umumnya sekitar 20 menit
setelah menyantap gula dalam jumlah banyak, timbul gejala hipoglikemia
seperti kelelahan, jantung berdebar, pusing kepala yang kadang-kadang
sampai pingsan. Hipoglikemia timbul karena pengeluaran hormon insulin
dalam tubuh meningkat. Rasa ingin menyantap makanan manis dapat
disebabkan oleh stres, tinggi garam dalam diet makanan, tidak
terpenuhinya asam lemak esensial (omega 6), atau kurangnya magnesium.
PMS tipe D(depression) ditandai dengan gejala rasa depresi, ingin
menangis, lemah, gangguan tidur, pelupa, bingung, sulit dalam
mengucapkan kata-kata (verbalisasi), bahkan kadang-kadang muncul rasa
ingin bunuh diri atau mencoba bunuh diri. Biasanya PMS tipe D
berlangsung bersamaan dengan PMS tipe A, hanya sekitar 3% dari selururh
tipe PMS benar-benar murni tipe D.
PMS tipe D murni disebabkan
oleh ketidakseimbangan hormon progesteron dan estrogen, di mana hormon
progesteron dalam siklus haid terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon
estrogennya. Kombinasi PMS tipe D dan tipe A dapat disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu stres, kekurangan asam amino tyrosine, penyerapan
dan penyimpanan timbal di tubuh, atau kekurangan magnesium dan vitamin B
(terutama B6). Meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung vitamin B6
dan magnesium dapat membantu mengatasi gangguan PMS tipe D yang terjadi
bersamaan dengan PMS tipe A.
Ada pula kram perut Pada hari
pertama atau satu hari menjelang datang bulan, banyak wanita yang
mengeluh sakit perut atau tepatnya kram perut. Gangguan kram perut ini
tidak termasuk PMS walaupun ada kalanya bersamaan dengan gejala PMS.
Kram pada waktu haid atau nyeri haid merupakan suatu gejala yang paling
sering. Gangguan nyeri yang hebat, atau dinamakan dismenorea, sangat
mengganggu aktivitas wanita, bahkan acap kali mengharuskan penderita
beristirahat bahkan meninggalkan pekerjaannya selama berjam-jam atau
beberapa hari.
Dismenorea memang bukan PMS. Dismenorea primer
umumnya tidak ada hubungannya dengan kelainan pada organ reproduksi
wanita dan hanya terjadi sehari sebelum haid atau hari pertama haid.
Nyeri perut ini juga tidak ada hubungannya dengen PMS yang mulai terasa
10 - 14 hari sebelum haid. Gejala malah hilang begitu haid datang. Kalau
dismenorea membaik atau bahkan hilang sama sekali setelah seseorang
melahirkan, tidak demikian dengan PMS. Wanita yang pernah melahirkan
malah berisiko lebih tinggi menderita PMS.
Untuk mengatasi
PMS, biasanya dokter memberikan pengobatan diuretika untuk mengatasi
retensi cairan atau edema (pembengkakan) pada kaki dan tangan. Pemberian
hormon progesteron dosis kecil dapat dilakukan selama 8 - 10 hari
sebelum haid untuk mengimbangi kelebihan relatif estrogen. Pemberian
hormon testosteron dalam bentuk methiltestosteron sebagai tablet isap
dapat pula diberikan untuk mengurangi kelebihan estrogen.
DIET TEPAT MENCEGAH PMS
Pencegahan PMS (sindrom pra-menstruasi) dapat dilakukan melalui diet yang tepat dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
* Batasi kosumsi makanan tinggi gula, tinggi garam, daging
merah(sapi dan kambing), alkohol, kopi, teh, coklat, serta minuman
bersoda.
* Kurangi rokok atau berhenti merokok.
* Batasi konsumsi protein (sebaiknya sebanyak 1,5 gr/kg berat badan per orang).
* Meningkatkan konsumsi ikan, ayam, kacang-kacangan, dan biji-biji-bijian sebagai sumber protein.
* Batasi konsumsi makanan produk susu dan olahannya (keju, es krim, dan lainnya) dan gunakan kedelai sebagai penggantinya.
* Batasi konsumsi lemak dari bahan hewani dan lemak dari makanan yang digoreng.
* Meningkatkan konsumsi sayuran hijau.
* Meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung asam lemak esensial linoleat seperti minyak bunga matahari, minyak sayuran.
* Konsumsi vitamin B kompleks terutama vitamin B6, vitamin E, kalsium, magnesium juga omega-6 (asam linolenat gamma GLA).
Di samping diet, perhatikan pula hal-hal berikut ini untuk mencegah munculnya PMS:
* Melakukan olahraga dan aktivitas fisik secara teratur.
* Menghindari dan mengatasi stres.
* Menjaga berat badan. Berat badan yang berlebihan dapat meningkatkan risiko menderita PMS.
* Catat jadwal siklus haid Anda serta kenali gejala PMS-nya.
* Perhatikan pula apakah Anda sudah dapat mengatasi PMS pada siklus-siklus datang bulan berikutnya
Copas by. Bu Any sonata LRD
Sindrom prahaid (Bahasa Inggris: premenstrual syndrome, PMS) adalah kumpulan gejala fisik, psikologis, dan emosi yang terkait dengan siklus menstruasi wanita. Sekitar 80 hingga 95 persen perempuan pada usia melahirkan [1] mengalami gejala-gejala pramenstruasi yang dapat mengganggu beberapa aspek dalam kehidupannya [2]. Gejala tersebut dapat diperkirakan dan biasanya terjadi secara regular pada dua minggu periode sebelum menstruasi. Hal ini dapat hilang begitu dimulainya pendarahan, namun dapat pula berlanjut setelahnya [1]. Pada sekitar 14 persen perempuan antara usia 20 hingga 35 tahun, sindrom pramenstruasi dapat sangat hebat pengaruhnya sehingga mengharuskan mereka beristirahat dari sekolah atau kantornya [3].
Gangguan kesehatan berupa pusing, depresi, perasaan sensitif berlebihan sekitar dua minggu sebelum haid biasanya dianggap hal yang lumrah bagi wanita usia produktif. Sekitar 40% wanita berusia 14 - 50 tahun, menurut suatu penelitian, mengalami sindrom pra-menstruasi atau yang lebih dikenal dengan PMS (pre-menstruation syndrome). Bahkan survai tahun 1982 di Amerika Serikat menunjukkan, PMS dialami 50% wanita dengan sosio-ekonomi menengah yang datang ke klinik ginekologi.
PMS memang kumpulan gejala akibat perubahan hormonal yang berhubungan dengan siklus saat ovulasi (pelepasan sel telur dari ovarium) dan haid. Sindrom itu akan menghilang pada saat menstruasi dimulai sampai beberapa hari setelah selesai haid.
Penyebab munculnya sindrom ini memang belum jelas. Beberapa teori menyebutkan antara lain karena faktor hormonal yakni ketidakseimbangan antara hormon estrogen dan progesteron. Teori lain bilang, karena hormon estrogen yang berlebihan. Para peneliti melaporkan, salah satu kemungkinan yang kini sedang diselidiki adalah adanya perbedaan genetik pada sensitivitas reseptor dan sistem pembawa pesan yang menyampaikan pengeluaran hormon seks dalam sel. Kemungkinan lain, itu berhubungan dengan gangguan perasaan, faktor kejiwaan, masalah sosial, atau fungsi serotonin yang dialami penderita.
Sindrom ini biasanya lebih mudah terjadi pada wanita yang lebih peka terhadap perubahan hormonal dalam siklus haid. Akan tetapi ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko terjadinya PMS. Pertama, wanita yang pernah melahirkan (PMS semakin berat setelah melahirkan beberapa anak, terutama bila pernah mengalami kehamilan dengan komplikasi seperti toksima). Kedua, status perkawinan (wanita yang sudah menikah lebih banyak mengalami PMS dibandingkan yang belum). Ketiga, usia (PMS semakin sering dan mengganggu dengan bertambahnya usia, terutama antara usia 30 - 45 tahun). Keempat, stres (faktor stres memperberat gangguan PMS).
Kelima, diet (faktor kebiasaan makan seperti tinggi gula, garam, kopi, teh, coklat, minuman bersoda, produk susu, makanan olahan, memperberat gejala PMS). Keenam, kekurangan zat-zat gizi seperti kurang vitamin B (terutama B6), vitamin E, vitamin C, magnesium, zat besi, seng, mangan, asam lemak linoleat. Kebiasaan merokok dan minum alkohol juga dapat memperberat gejala PMS. Ketujuh, kegiatan fisik (kurang berolahraga dan aktivitas fisik menyebabkan semakin beratnya PMS).
Tipe dan gejalanya Tipe PMS bermacam-macam. Dr. Guy E. Abraham, ahli kandungan dan kebidanan dari Fakultas Kedokteran UCLA, AS, membagi PMS menurut gejalanya yakni PMS tipe A, H, C, dan D. Delapan puluh persen gangguan PMS termasuk tipe A. Penderita tipe H sekitar 60%, PMS C 40%, dan PMS D 20%. Kadang-kadang seorang wanita mengalami gejala gabungan, misalnya tipe A dan D secara bersamaan.
Setiap tipe memiliki gejalanya sendiri. PMS tipe A (anxiety) ditandai dengan gejala seperti rasa cemas, sensitif, saraf tegang, perasaan labil. Bahkan beberapa wanita mengalami depresi ringan sampai sedang saat sebelum mendapat haid. Gejala ini timbul akibat ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron: hormon estrogen terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon progesteron. Pemberian hormon progesteron kadang dilakukan untuk mengurangi gejala, tetapi beberapa peneliti mengatakan, pada penderita PMS bisa jadi kekurangan vitamin B6 dan magnesium. Penderita PMS A sebaiknya banyak mengonsumsi makanan berserat dan mengurangi atau membatasi minum kopi.
PMS tipe H (hyperhydration) memiliki gejala edema(pembengkakan), perut kembung, nyeri pada buah dada, pembengkakan tangan dan kaki, peningkatan berat badan sebelum haid. Gejala tipe ini dapat juga dirasakan bersamaan dengan tipe PMS lain. Pembengkakan itu terjadi akibat berkumpulnya air pada jaringan di luar sel (ekstrasel) karena tingginya asupan garam atau gula pada diet penderita. Pemberian obat diuretika untuk mengurangi retensi (penimbunan) air dan natrium pada tubuh hanya mengurangi gejala yang ada. Untuk mencegah terjadinya gejala ini penderita dianjurkan mengurangi asupan garam dan gula pada diet makanan serta membatasi minum sehari-hari.
PMS tipe C (craving) ditandai dengan rasa lapar ingin mengonsumsi makanan yang manis-manis (biasanya coklat) dan karbohidrat sederhana (biasanya gula). Pada umumnya sekitar 20 menit setelah menyantap gula dalam jumlah banyak, timbul gejala hipoglikemia seperti kelelahan, jantung berdebar, pusing kepala yang kadang-kadang sampai pingsan. Hipoglikemia timbul karena pengeluaran hormon insulin dalam tubuh meningkat. Rasa ingin menyantap makanan manis dapat disebabkan oleh stres, tinggi garam dalam diet makanan, tidak terpenuhinya asam lemak esensial (omega 6), atau kurangnya magnesium.
PMS tipe D(depression) ditandai dengan gejala rasa depresi, ingin menangis, lemah, gangguan tidur, pelupa, bingung, sulit dalam mengucapkan kata-kata (verbalisasi), bahkan kadang-kadang muncul rasa ingin bunuh diri atau mencoba bunuh diri. Biasanya PMS tipe D berlangsung bersamaan dengan PMS tipe A, hanya sekitar 3% dari selururh tipe PMS benar-benar murni tipe D.
PMS tipe D murni disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon progesteron dan estrogen, di mana hormon progesteron dalam siklus haid terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon estrogennya. Kombinasi PMS tipe D dan tipe A dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu stres, kekurangan asam amino tyrosine, penyerapan dan penyimpanan timbal di tubuh, atau kekurangan magnesium dan vitamin B (terutama B6). Meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung vitamin B6 dan magnesium dapat membantu mengatasi gangguan PMS tipe D yang terjadi bersamaan dengan PMS tipe A.
Ada pula kram perut Pada hari pertama atau satu hari menjelang datang bulan, banyak wanita yang mengeluh sakit perut atau tepatnya kram perut. Gangguan kram perut ini tidak termasuk PMS walaupun ada kalanya bersamaan dengan gejala PMS.
Kram pada waktu haid atau nyeri haid merupakan suatu gejala yang paling sering. Gangguan nyeri yang hebat, atau dinamakan dismenorea, sangat mengganggu aktivitas wanita, bahkan acap kali mengharuskan penderita beristirahat bahkan meninggalkan pekerjaannya selama berjam-jam atau beberapa hari.
Dismenorea memang bukan PMS. Dismenorea primer umumnya tidak ada hubungannya dengan kelainan pada organ reproduksi wanita dan hanya terjadi sehari sebelum haid atau hari pertama haid. Nyeri perut ini juga tidak ada hubungannya dengen PMS yang mulai terasa 10 - 14 hari sebelum haid. Gejala malah hilang begitu haid datang. Kalau dismenorea membaik atau bahkan hilang sama sekali setelah seseorang melahirkan, tidak demikian dengan PMS. Wanita yang pernah melahirkan malah berisiko lebih tinggi menderita PMS.
Untuk mengatasi PMS, biasanya dokter memberikan pengobatan diuretika untuk mengatasi retensi cairan atau edema (pembengkakan) pada kaki dan tangan. Pemberian hormon progesteron dosis kecil dapat dilakukan selama 8 - 10 hari sebelum haid untuk mengimbangi kelebihan relatif estrogen. Pemberian hormon testosteron dalam bentuk methiltestosteron sebagai tablet isap dapat pula diberikan untuk mengurangi kelebihan estrogen.
DIET TEPAT MENCEGAH PMS
Pencegahan PMS (sindrom pra-menstruasi) dapat dilakukan melalui diet yang tepat dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
* Batasi kosumsi makanan tinggi gula, tinggi garam, daging merah(sapi dan kambing), alkohol, kopi, teh, coklat, serta minuman bersoda.
* Kurangi rokok atau berhenti merokok.
* Batasi konsumsi protein (sebaiknya sebanyak 1,5 gr/kg berat badan per orang).
* Meningkatkan konsumsi ikan, ayam, kacang-kacangan, dan biji-biji-bijian sebagai sumber protein.
* Batasi konsumsi makanan produk susu dan olahannya (keju, es krim, dan lainnya) dan gunakan kedelai sebagai penggantinya.
* Batasi konsumsi lemak dari bahan hewani dan lemak dari makanan yang digoreng.
* Meningkatkan konsumsi sayuran hijau.
* Meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung asam lemak esensial linoleat seperti minyak bunga matahari, minyak sayuran.
* Konsumsi vitamin B kompleks terutama vitamin B6, vitamin E, kalsium, magnesium juga omega-6 (asam linolenat gamma GLA).
Di samping diet, perhatikan pula hal-hal berikut ini untuk mencegah munculnya PMS:
* Melakukan olahraga dan aktivitas fisik secara teratur.
* Menghindari dan mengatasi stres.
* Menjaga berat badan. Berat badan yang berlebihan dapat meningkatkan risiko menderita PMS.
* Catat jadwal siklus haid Anda serta kenali gejala PMS-nya.
* Perhatikan pula apakah Anda sudah dapat mengatasi PMS pada siklus-siklus datang bulan berikutnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar