i love ABA
Teaching Non- Verbal Children to Communicate by Tameika Meadows, Terapist ABA, http://www.iloveaba.com/2012/05/teaching-non-verbal-children-to.html GA, USA)
Sangat umum ditemukan, anak-anak autis yang masih kecil, tidak
berbicara atau memiliki keterlambatan wicara yang signifikan.
Kadang-kadang hal ini disebabkan oleh kondisi medis, seperti lidah yang
abnormal, ata apaxia. Seringkali, hal ini disebabkan adanya gangguan
parah dalam hal motivasi dan interaksi sosial. Kelambatan bicara juga
dapat disebabkan karena adanya infeksi telinga yang berlebihan, yang
dapat menyebabkan hilangnya pendengaran atau proses wicara yang
terganggu dalam masa kritis perkembangan otak. .
Istilah non
verbal menggambarkan individu yang tidak bisa bicara. (istilah klinisnya
adalah non-vocal, karena perilaku verbal dapat termasuk bahasa yang
non-ekspressive seperti bahasa isyarat). Dalam kebanyaakan situasi
anak-anak yang autistik ini menggunakan cara berkomunikasi yang tidak
tepat dan tidak efektif, daripada menggunakan “bahasa”. Kebanyakan
anak-anak didik saya adalah nonverbal saat saya pertama kali bertemu.
Mereka biasanya menggunakan cara dengan menunjuk, menuntun, atau
sebagian besar waktu< mereka berkomunikasi menggunakan perilaku
mereka. Saya mengamati para batita autistik yang yang tanpa mengatakan
apapun mendapatkan segalanya yang mereka butuhkan. Orangtuanya tahu,
kalau ada 2 x jeritan, artinya “nyalakan TV” atau, jeritan
berkepaanjangan artinya “ gendong aku” atau menendang saudara artinya “
aku tidak mau bermain” dan seterusnya,
Tujuan saat berhadapan
dengan anak autis yang nonverbal harus lebih dari sekedar membuat anak
berbicara. Tujuannya haruslah agar anak dapat berkomunikasi dengan
efektif. Bahkan ada anak yang verbal pun tidak selalu bekomunikasi. .
Saya mengajar anak usia % tahun, yang bisa melabel warna dan bagain
tubuh, tapi tidak bisa menyampaikan saat dia merasa lapar. Hal ini
adalah comtoh yang baik untuk menunjukkan bahwa anak yang verbal tidak
dapat berkomunikasi.
Saat kita berpikir tentang nonverbal,
pikirkanllah sesuatu yang lebih besar dari sekedar “bicara/speak.”
Bagaimana seorang anak berkomunikasi? Apakah anak tersebut sudah cukup
kuat dalam bahasa reseptifnya (memahami kata-kata yang diucapkan oleh
orang lain), sekalipun mereka belum bisa mengucapkannya? Apakah anak
mengeluarkan suara menggumama? Memiliki stimulasi verbal, menyanyikan
lagu atau melodi lagu? Apakaha anak berteriak saat marah atau
menggunakan bunyi-bunyian tak bermakna?
Dalam pengalaman saya,
indicator positif anak nonverbal bisa menjadi verbal adalah stimulasi
suara dan ekolali. Anak-anak yang menyanyi, ekolalia, mengoceh mungkin
bisa berbicara. Anak-anak yang tidak berkomunikasi atau noon-verbal
memiliki masalah perilaku yang paling agresif, menantang dan persisten.
Mengapa? Yah, bayangkan saja bahwa anda berada di lingkungan yang tak
seorang pun berbicara dalam bahasa anda. Anda berbahasa arab,
orang-orang di sekitar berbahasa Jerman. Lalu, anda sangat lapar dan
harus meyakinkan orang disekitar anda, bahwa anda lapar.Seberapa lama
anda akan harus menunjuk dan menggunakan bahasa isyarat sebelum anda
mulai tantrum?
Bila seseorang tidak mempunyai motivasi internal
unttuk berkomunikasi, dan tidak sungguh2 dikondisikan untuk butuh
berkomunikasi, maka lebih mudah bagi anak tersebut untuk terus menerus
berada dalam perilaku yang mengganggu tersebut. Seorang anak yang
“diijinkan” melempar piring ke lantai untuk menyatakan “aku sudah tidak
mau makan/kenyang” memiliki kemungkinan NOL untuk memikirkan kata-kata,
belajar membentuk kata tersebut menggunakan bibir mereka, lalu
berbicara. Imbalan pun memiliki peran besar. Untuk anak autis yang
belajar berkomunikasi, imbalan harus ada. Mungkin anda sebagai orangtua
berpikir ‘ apakah yang harus aku berikan supaya anakku mau bicara?
Anakku yang normal lainnya sama sekali tidak membutuhkan imbalan,
M&M, atau apapun untuk bicara.” Karaktristik Autisma adalah
gangguan kualitatif dalam komunikasi Hal ini bisa saja berarti bahwa
anak-anak tersebut tidak menggunakan bahasa, menunjukkan keterlambatan
bicara, atau tidak memiliki motivasi untuk menggunakan bahasa
Ada banyak pilihan untuk mengajar anak non-verbal berkomunikasi.
Communication Methods
• Verbal Behavior Approach (ABA) – Ada berbagai cara untuk
melakukan ABA. Tetapi VB adalah pendekatan terbaik untuk anak-anak autis
nonverbal karenaa VB menggunakan bahasa sebagai fokusnya. VB
menggunakan imbalan untuk memotivasi anak agar mau bicara. Bahasa
diajarkan sebagai PERILAKU dan komponen-komponen bahasa di pecah lagi
menjadi bagian-bagian yang lebih kecil/sederhana untuk diajarkan. Kalau
anak senang es krim, maka kata pertama yang diajarkan adalah “es krim”
Dengan cara ini, diharapkan anak termotivasi untuk berbicara, untuk
mendapatkan hal yang diinginkan. kamu katakan es krim, kamu dapat es
krim. VB menggunakan pengulangan, prompt/bantuan, dan pembentukkan
/Shaping agar mendapatkan respon yang dibutuhkan. approach also uses
repetition, prompting, and shaping to get desired responses. Pada
awalnya, mengatakan “bo” kita ijinkan untuk mewakili kata “bola. Tapi,
dengan berjalannya waktu, kriteria akan lebih ditingkatkan, bahwa anak
haarus mengatakan “bola” untuk mendapatkan bola.
• Speech
Therapy- Dalam setiap 10 klien saya, 7 di antaranya menggunakan terapi
wicara/speech terapi, selaiin terapi ABA. Banyak orangtua berpikir,
bahwa terapi wicara bisa membuat anak berbicara. Terapi wicara sering
kali dimaksudkan untuk membantu anak yang mengalami masalah artikulasi,
kelancaran berbicara, pragmatis, atau kemampuan oral motor yang
digunakan untuk menelan. Saya memiliki klien yang sangat pesat
perkembangannya menggunakan terapi wicara, Namun, saya juga menemukan
anak-anak yang sama sekali tidak menujukkan perkembangan dalam wicara,
walaupun sudah mengikuti terapi wicara bertahun tahun. Dan mulai bicara
saat beberapa bulan di terapi menggunakan metode ABA. Penting untuk
dipahami, tidak semua terapis wicara paham tentang autis, berpengalaman
dengan anak autis, dan memahami manajemen perilaku. Saya jamin, tidak
ada gunanya terapi wicara dilakukan bila terapis bahkan tidak tahu
caranya membuat anak bisa duduk. Pastika mencari terapis wicara yang
paham tentang autis.
• Sign Language- Selalu kombinasikan melabel
dengan bahasa isyarat sehingga anak mendengarkan kata-kata yang tepat,
saat mereka belajar tentang bahasa isyarat. Pertimbangkan kemampuan
motorik anak dan usia anak bila ingin menggunakan bahasa isyarat. Bila
motorik halus anak mengalami masalah sehingga anak kesulitan dalam
membentuk bahasa isyarat yang seringkali melibatkan gerakan-gerakan
tangan dan jari yang rumit, maka bahasa isyarat bukanlah pilihan Usia
menjadi penting, karena berhubungan dengan seberapa besar lingkungan
sekitarnya. Untuk anak umur 2 tahun, yang interaksi utamanya banyak
bersama ayah dan ibunya saja, maka bahasa isyarat mungkin pilihan yang
baik. Namun, bila anak sudah berumur 11, dimana lingkungannya adalah
lingkungan sekolah, kursus karate dan rumah, maka semua orang yang
berhubungan dengan anak in harus juga memahami bahasa isyarat ini. Bila
anak menggunakan bahasa isyarat untuk “mau ke tiolet”, apakah guru di
sekolah juga paham bahasa ini? Bila respon yang diharapkan tidak
langsung d dapat, maka kemungkinan dia akan berhenti menggunakan bahasa
isyarat ini.
• Picture Exchange Communication System- With the
PECS system anak belajar berkomunikasi menggunakan gambar dari benda,
untuk mendapatkan benda yang diinginkan. PECS sangat sederhana untuk
dilakukan. Dapat dibawaa kemana-mana, dan dapat digunakan dalam tujuan
yang luas. Anda bisa mengajarkan anak untuk menggunakan kalimat lengkap
dalam meminta beberapa hal, untuk bercakap-cakap, untuk bercerita, dsb.
Kelebihan PECS daripada bahasa isyarat adalah karena PECS menggunakan
gambar yang mudah dipahami setiap orang
• Assisted Communication
Devices- An assisted communication device akan membentuk kemampuan
wicara pada anak dengan berbicara pada suara yang di simulasikan. Anak
memasukkan kartu, mengetik, atau memencet tombol, dan ada alat yang
berbicara. Karena ini adalah alat berbasis teknologi, maka penggunaan
alat ini membutuhkan kemampuan kognitif tertentu, yang memungkinkan anak
menggunakannya secara mandiri agar efektif. Keuntungan alat ini adalah
dapat digunakan bagi anak-anak yang memiliki gangguan lain, seperti
misalnya bagi anak autis yang juga memiliki masalah pengelihatan,
gangguan pendengaran/tuli, atau bagi anak yang tida dapat mengetik.
Alat ini sangat mudah digunakan, mudah dibawa-bawa, memungkinkan anak
berkomunikasi dengan cepat, mudah diprogram sesuai kebutuhan, dengan
informasi yang spesifik, dan biasanya digunakan pada anak usia 15 tahun
ke atas.
• Language Immersion- Metode ini biasanya dilakukan
pada sekolah2 PAUD dan TK yang menerima anak-anak autsi yang masih
sangat kecil. Ruang kelas meng-imersi-kan anak-anak autsi ini kepada
bahasa melalui kegiatan kelas sehari-hari sepanjang hari, untuk
menciptakan dan menstimulasi lingkungan yang kondusif untuk berbicara.
Benda-benda di label dengan jelas, anak-anak diajak bercakap-cakap,
meskipun mereka tidak berbicara (David, apakah warna jasku ini biru?
Mengangguk kalau warnya biru.” Guru juga mengambil waktu untuk memiliki
sesi one on one, untuk mengajarkan kontak mata, joint attention,
bergiliran, dll. Hal ini juga bisa dilakukan oleh terapis, dan orang tua
di rumah. Temukan sumber-sumber yang bagus untuk memahami tahap-tahap
perkembangan menuju bicara, yaitu mengoceh, mengenali bunyi dan suara
tertentu, mengimitasi perilaku, merspon perintah, dan berkomunikasi
menggunakan bahasa tubuh. Mulailah bekerja dengan cara one on one/ 1:1,
Pastikan banyak imbalan, perlakukan anak yang mengoceh seolah-olah itu
adalah kata dan digunakan dalam berbicara dengan mereka. Selalu uraikan
apa yang anak lakukan atau orangtua lakukan,sekalipun anak tidak
merespon. (ayao sekarang naik ke atas. Ayo kita hitung anak tangganya,
1,2,3,...) Saat menguraiakn kegiatan, gunakan kontak mata, dan gunakan
ekspresi wajah yang “kartun”
Ada ratusan program, buku,
sumber dan pusat terapi yang menawarkan janji bahwa anak autis bisa
bicara. Kritis dalam meilih dan selalu cari metode yang sudah terbukti.
Apapun yang anda pilih, agar semua yang anda lakukan menjadi efektif,
bekerjasamalah dengan pendekatan manajemen perilaku. Anak akan belajar,
bahwa segala sesuatu yang dilakukan tanpa sistem komunikasi tidak bisa
diterima. Artinya, bila anda mengajarkan bahasa isyarat untuk anak
“meminta kue” maka perilaku memanjat meja dan mengobrak-abrik kotak kue
tidak lagi diterima.. Buatlah komunikasi sebagai suatu keharusan bagi
anak untuk mendapatkan sesuatu. Anak juga harus mempelajari bahwa
berkmunikasi dengan orang lain akan membawa hal-hal baik dalam
kehidupannya. Kalau anak bisanya ngomong “jus” maka setiap kali anak
mengatakan “jus” anak mendapatkan “jus”. Anak butuh untuk meilhat bahwa
berkomunikasi dengan orang akan membuat dia mendapatkan yang diinginkan.
Bila anak menggunakan sebuah sistem komunikasi dan hasilnya tidak
konsisten, kadang bisa kadang tidak, maka pertanyaannya adalah, “ Apakah
cara ii adalah SATU-SATU nya cara bagi anak ini untuk mendapatkan
keinginannya?” bila jawabannya TIDK, maka hsilnya tidak akan konsisten.
(tambahan dari penterjemah: kalau anak sudah bisa bilang “jus” untuk
mendapatkan jus, tapi kadangkala, tangis yang berkepanjangan membuat
orangtua memberikan jus untuk membuanya diam, maka kemungkinan anak
tidak akan selalu mengatakan “jus” untuk mendapatkan jus
•
**Quick Tip: Intervensi dini sangat penting bila dikaitkan dengan
target anak untuk mengembangkan kemampuan berbicara. Bagaimanapun, dari
berbagai penelitian masih selalu ada harapan bagi anak yang lebih besar
untuk belajar berbicara, sekalipun tantangannya pasti juga lebih besar.
Metode yang paling menjanjikan adalah untuk anak di atas 5 tahun,
menggunakan alatatau media untuk menggeneralisasi penggunaaan bahasa
(bukan malah menghambatnya). Serta menggunakan pendekatan
develompmental Seperti misalnya DIR(R) untuk memfasilitasi join
attention.
References:
Kaiser, A. P., Hancock, T. B.,
& Nietfeld, J. P. (2000). The effects of parent-implemented
enhanced milieu teaching on the social communication of children who
have autism. Journal of Early Education and Development [Special Issue],
11(4), 423-446.
Kasari, C., Paparella, T, Freeman, S.N., &
Jahromi, L (2008). Language outcome in autism: Randomized comparison
of joint attention and play interventions. Journal of Consulting and
Clinical Psychology, 76, 125-137.
Murphy SA. (2005) An
Experimental Design for the Development of Adaptive Treatment
Strategies. Statistics in Medicine. 24:1455-1481.
Pickett, E.,
Pullara, O, O’Grady, J., & Gordon, B. (2009). Speech acquisition in
older nonverbal individuals with autism: A review of features, methods
and prognosis. Cognitive Behavior Neurology, 22 1-21.
Schlosser, RW, & Wendt O (2008). Effects of augmentative and
alternative communication intervention on speech production in children
with autism: A systematic review. American Journal of Speech-Language
Pathology • Vol. 17 • 212–230.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar