Kamis, 18 April 2013

i love ABA

Teaching Non- Verbal Children to Communicate by Tameika Meadows, Terapist ABA, http://www.iloveaba.com/2012/05/teaching-non-verbal-children-to.html GA, USA)

Sangat umum ditemukan, anak-anak autis yang masih kecil, tidak berbicara atau memiliki keterlambatan wicara yang signifikan. Kadang-kadang hal ini disebabkan oleh kondisi medis, seperti lidah yang abnormal, ata apaxia. Seringkali, hal ini disebabkan adanya gangguan parah dalam hal motivasi dan interaksi sosial. Kelambatan bicara juga dapat disebabkan karena adanya infeksi telinga yang berlebihan, yang dapat menyebabkan hilangnya pendengaran atau proses wicara yang terganggu dalam masa kritis perkembangan otak. .

Istilah non verbal menggambarkan individu yang tidak bisa bicara. (istilah klinisnya adalah non-vocal, karena perilaku verbal dapat termasuk bahasa yang non-ekspressive seperti bahasa isyarat). Dalam kebanyaakan situasi anak-anak yang autistik ini menggunakan cara berkomunikasi yang tidak tepat dan tidak efektif, daripada menggunakan “bahasa”. Kebanyakan anak-anak didik saya adalah nonverbal saat saya pertama kali bertemu. Mereka biasanya menggunakan cara dengan menunjuk, menuntun, atau sebagian besar waktu< mereka berkomunikasi menggunakan perilaku mereka. Saya mengamati para batita autistik yang yang tanpa mengatakan apapun mendapatkan segalanya yang mereka butuhkan. Orangtuanya tahu, kalau ada 2 x jeritan, artinya “nyalakan TV” atau, jeritan berkepaanjangan artinya “ gendong aku” atau menendang saudara artinya “ aku tidak mau bermain” dan seterusnya,
Tujuan saat berhadapan dengan anak autis yang nonverbal harus lebih dari sekedar membuat anak berbicara. Tujuannya haruslah agar anak dapat berkomunikasi dengan efektif. Bahkan ada anak yang verbal pun tidak selalu bekomunikasi. . Saya mengajar anak usia % tahun, yang bisa melabel warna dan bagain tubuh, tapi tidak bisa menyampaikan saat dia merasa lapar. Hal ini adalah comtoh yang baik untuk menunjukkan bahwa anak yang verbal tidak dapat berkomunikasi.
Saat kita berpikir tentang nonverbal, pikirkanllah sesuatu yang lebih besar dari sekedar “bicara/speak.” Bagaimana seorang anak berkomunikasi? Apakah anak tersebut sudah cukup kuat dalam bahasa reseptifnya (memahami kata-kata yang diucapkan oleh orang lain), sekalipun mereka belum bisa mengucapkannya? Apakah anak mengeluarkan suara menggumama? Memiliki stimulasi verbal, menyanyikan lagu atau melodi lagu? Apakaha anak berteriak saat marah atau menggunakan bunyi-bunyian tak bermakna?

Dalam pengalaman saya, indicator positif anak nonverbal bisa menjadi verbal adalah stimulasi suara dan ekolali. Anak-anak yang menyanyi, ekolalia, mengoceh mungkin bisa berbicara. Anak-anak yang tidak berkomunikasi atau noon-verbal memiliki masalah perilaku yang paling agresif, menantang dan persisten. Mengapa? Yah, bayangkan saja bahwa anda berada di lingkungan yang tak seorang pun berbicara dalam bahasa anda. Anda berbahasa arab, orang-orang di sekitar berbahasa Jerman. Lalu, anda sangat lapar dan harus meyakinkan orang disekitar anda, bahwa anda lapar.Seberapa lama anda akan harus menunjuk dan menggunakan bahasa isyarat sebelum anda mulai tantrum?

Bila seseorang tidak mempunyai motivasi internal unttuk berkomunikasi, dan tidak sungguh2 dikondisikan untuk butuh berkomunikasi, maka lebih mudah bagi anak tersebut untuk terus menerus berada dalam perilaku yang mengganggu tersebut. Seorang anak yang “diijinkan” melempar piring ke lantai untuk menyatakan “aku sudah tidak mau makan/kenyang” memiliki kemungkinan NOL untuk memikirkan kata-kata, belajar membentuk kata tersebut menggunakan bibir mereka, lalu berbicara. Imbalan pun memiliki peran besar. Untuk anak autis yang belajar berkomunikasi, imbalan harus ada. Mungkin anda sebagai orangtua berpikir ‘ apakah yang harus aku berikan supaya anakku mau bicara? Anakku yang normal lainnya sama sekali tidak membutuhkan imbalan, M&M, atau apapun untuk bicara.” Karaktristik Autisma adalah gangguan kualitatif dalam komunikasi Hal ini bisa saja berarti bahwa anak-anak tersebut tidak menggunakan bahasa, menunjukkan keterlambatan bicara, atau tidak memiliki motivasi untuk menggunakan bahasa
Ada banyak pilihan untuk mengajar anak non-verbal berkomunikasi.

Communication Methods

• Verbal Behavior Approach (ABA) – Ada berbagai cara untuk melakukan ABA. Tetapi VB adalah pendekatan terbaik untuk anak-anak autis nonverbal karenaa VB menggunakan bahasa sebagai fokusnya. VB menggunakan imbalan untuk memotivasi anak agar mau bicara. Bahasa diajarkan sebagai PERILAKU dan komponen-komponen bahasa di pecah lagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil/sederhana untuk diajarkan. Kalau anak senang es krim, maka kata pertama yang diajarkan adalah “es krim” Dengan cara ini, diharapkan anak termotivasi untuk berbicara, untuk mendapatkan hal yang diinginkan. kamu katakan es krim, kamu dapat es krim. VB menggunakan pengulangan, prompt/bantuan, dan pembentukkan /Shaping agar mendapatkan respon yang dibutuhkan. approach also uses repetition, prompting, and shaping to get desired responses. Pada awalnya, mengatakan “bo” kita ijinkan untuk mewakili kata “bola. Tapi, dengan berjalannya waktu, kriteria akan lebih ditingkatkan, bahwa anak haarus mengatakan “bola” untuk mendapatkan bola.
• Speech Therapy- Dalam setiap 10 klien saya, 7 di antaranya menggunakan terapi wicara/speech terapi, selaiin terapi ABA. Banyak orangtua berpikir, bahwa terapi wicara bisa membuat anak berbicara. Terapi wicara sering kali dimaksudkan untuk membantu anak yang mengalami masalah artikulasi, kelancaran berbicara, pragmatis, atau kemampuan oral motor yang digunakan untuk menelan. Saya memiliki klien yang sangat pesat perkembangannya menggunakan terapi wicara, Namun, saya juga menemukan anak-anak yang sama sekali tidak menujukkan perkembangan dalam wicara, walaupun sudah mengikuti terapi wicara bertahun tahun. Dan mulai bicara saat beberapa bulan di terapi menggunakan metode ABA. Penting untuk dipahami, tidak semua terapis wicara paham tentang autis, berpengalaman dengan anak autis, dan memahami manajemen perilaku. Saya jamin, tidak ada gunanya terapi wicara dilakukan bila terapis bahkan tidak tahu caranya membuat anak bisa duduk. Pastika mencari terapis wicara yang paham tentang autis.
• Sign Language- Selalu kombinasikan melabel dengan bahasa isyarat sehingga anak mendengarkan kata-kata yang tepat, saat mereka belajar tentang bahasa isyarat. Pertimbangkan kemampuan motorik anak dan usia anak bila ingin menggunakan bahasa isyarat. Bila motorik halus anak mengalami masalah sehingga anak kesulitan dalam membentuk bahasa isyarat yang seringkali melibatkan gerakan-gerakan tangan dan jari yang rumit, maka bahasa isyarat bukanlah pilihan Usia menjadi penting, karena berhubungan dengan seberapa besar lingkungan sekitarnya. Untuk anak umur 2 tahun, yang interaksi utamanya banyak bersama ayah dan ibunya saja, maka bahasa isyarat mungkin pilihan yang baik. Namun, bila anak sudah berumur 11, dimana lingkungannya adalah lingkungan sekolah, kursus karate dan rumah, maka semua orang yang berhubungan dengan anak in harus juga memahami bahasa isyarat ini. Bila anak menggunakan bahasa isyarat untuk “mau ke tiolet”, apakah guru di sekolah juga paham bahasa ini? Bila respon yang diharapkan tidak langsung d dapat, maka kemungkinan dia akan berhenti menggunakan bahasa isyarat ini.
• Picture Exchange Communication System- With the PECS system anak belajar berkomunikasi menggunakan gambar dari benda, untuk mendapatkan benda yang diinginkan. PECS sangat sederhana untuk dilakukan. Dapat dibawaa kemana-mana, dan dapat digunakan dalam tujuan yang luas. Anda bisa mengajarkan anak untuk menggunakan kalimat lengkap dalam meminta beberapa hal, untuk bercakap-cakap, untuk bercerita, dsb. Kelebihan PECS daripada bahasa isyarat adalah karena PECS menggunakan gambar yang mudah dipahami setiap orang
• Assisted Communication Devices- An assisted communication device akan membentuk kemampuan wicara pada anak dengan berbicara pada suara yang di simulasikan. Anak memasukkan kartu, mengetik, atau memencet tombol, dan ada alat yang berbicara. Karena ini adalah alat berbasis teknologi, maka penggunaan alat ini membutuhkan kemampuan kognitif tertentu, yang memungkinkan anak menggunakannya secara mandiri agar efektif. Keuntungan alat ini adalah dapat digunakan bagi anak-anak yang memiliki gangguan lain, seperti misalnya bagi anak autis yang juga memiliki masalah pengelihatan, gangguan pendengaran/tuli, atau bagi anak yang tida dapat mengetik. Alat ini sangat mudah digunakan, mudah dibawa-bawa, memungkinkan anak berkomunikasi dengan cepat, mudah diprogram sesuai kebutuhan, dengan informasi yang spesifik, dan biasanya digunakan pada anak usia 15 tahun ke atas.
• Language Immersion- Metode ini biasanya dilakukan pada sekolah2 PAUD dan TK yang menerima anak-anak autsi yang masih sangat kecil. Ruang kelas meng-imersi-kan anak-anak autsi ini kepada bahasa melalui kegiatan kelas sehari-hari sepanjang hari, untuk menciptakan dan menstimulasi lingkungan yang kondusif untuk berbicara. Benda-benda di label dengan jelas, anak-anak diajak bercakap-cakap, meskipun mereka tidak berbicara (David, apakah warna jasku ini biru? Mengangguk kalau warnya biru.” Guru juga mengambil waktu untuk memiliki sesi one on one, untuk mengajarkan kontak mata, joint attention, bergiliran, dll. Hal ini juga bisa dilakukan oleh terapis, dan orang tua di rumah. Temukan sumber-sumber yang bagus untuk memahami tahap-tahap perkembangan menuju bicara, yaitu mengoceh, mengenali bunyi dan suara tertentu, mengimitasi perilaku, merspon perintah, dan berkomunikasi menggunakan bahasa tubuh. Mulailah bekerja dengan cara one on one/ 1:1, Pastikan banyak imbalan, perlakukan anak yang mengoceh seolah-olah itu adalah kata dan digunakan dalam berbicara dengan mereka. Selalu uraikan apa yang anak lakukan atau orangtua lakukan,sekalipun anak tidak merespon. (ayao sekarang naik ke atas. Ayo kita hitung anak tangganya, 1,2,3,...) Saat menguraiakn kegiatan, gunakan kontak mata, dan gunakan ekspresi wajah yang “kartun”

Ada ratusan program, buku, sumber dan pusat terapi yang menawarkan janji bahwa anak autis bisa bicara. Kritis dalam meilih dan selalu cari metode yang sudah terbukti. Apapun yang anda pilih, agar semua yang anda lakukan menjadi efektif, bekerjasamalah dengan pendekatan manajemen perilaku. Anak akan belajar, bahwa segala sesuatu yang dilakukan tanpa sistem komunikasi tidak bisa diterima. Artinya, bila anda mengajarkan bahasa isyarat untuk anak “meminta kue” maka perilaku memanjat meja dan mengobrak-abrik kotak kue tidak lagi diterima.. Buatlah komunikasi sebagai suatu keharusan bagi anak untuk mendapatkan sesuatu. Anak juga harus mempelajari bahwa berkmunikasi dengan orang lain akan membawa hal-hal baik dalam kehidupannya. Kalau anak bisanya ngomong “jus” maka setiap kali anak mengatakan “jus” anak mendapatkan “jus”. Anak butuh untuk meilhat bahwa berkomunikasi dengan orang akan membuat dia mendapatkan yang diinginkan. Bila anak menggunakan sebuah sistem komunikasi dan hasilnya tidak konsisten, kadang bisa kadang tidak, maka pertanyaannya adalah, “ Apakah cara ii adalah SATU-SATU nya cara bagi anak ini untuk mendapatkan keinginannya?” bila jawabannya TIDK, maka hsilnya tidak akan konsisten. (tambahan dari penterjemah: kalau anak sudah bisa bilang “jus” untuk mendapatkan jus, tapi kadangkala, tangis yang berkepanjangan membuat orangtua memberikan jus untuk membuanya diam, maka kemungkinan anak tidak akan selalu mengatakan “jus” untuk mendapatkan jus


**Quick Tip: Intervensi dini sangat penting bila dikaitkan dengan target anak untuk mengembangkan kemampuan berbicara. Bagaimanapun, dari berbagai penelitian masih selalu ada harapan bagi anak yang lebih besar untuk belajar berbicara, sekalipun tantangannya pasti juga lebih besar. Metode yang paling menjanjikan adalah untuk anak di atas 5 tahun, menggunakan alatatau media untuk menggeneralisasi penggunaaan bahasa (bukan malah menghambatnya). Serta menggunakan pendekatan develompmental Seperti misalnya DIR(R) untuk memfasilitasi join attention.

References:

Kaiser, A. P., Hancock, T. B., & Nietfeld, J. P. (2000). The effects of parent-implemented enhanced milieu teaching on the social communication of children who have autism. Journal of Early Education and Development [Special Issue], 11(4), 423-446.

Kasari, C., Paparella, T, Freeman, S.N., & Jahromi, L (2008). Language outcome in autism: Randomized comparison of joint attention and play interventions. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 76, 125-137.

Murphy SA. (2005) An Experimental Design for the Development of Adaptive Treatment Strategies. Statistics in Medicine. 24:1455-1481.

Pickett, E., Pullara, O, O’Grady, J., & Gordon, B. (2009). Speech acquisition in older nonverbal individuals with autism: A review of features, methods and prognosis. Cognitive Behavior Neurology, 22 1-21.

Schlosser, RW, & Wendt O (2008). Effects of augmentative and alternative communication intervention on speech production in children with autism: A systematic review. American Journal of Speech-Language Pathology • Vol. 17 • 212–230.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar